Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis hipertensi berupa kondisi peningkatan tekanan darah tidak terkontrol yang mengakibatkan kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan ensefalopati hipertensi, infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.
Dalam kondisi hipertensi emergensi, tekanan darah harus diturunkan secara agresif dalam hitungan waktu menit sampai jam. Clevidipine merupakan obat antihipertensi intravena golongan penghambat kanal kalsium dihydropyridine (Calcium channel blocker/CCB). Di antara 3 golongan obat antihipertensi golongan CCB (golongan diphenylalkilamines, benzothiazepines dan dihydropyridine), golongan dihydropyridines adalah yang paling selektif terhadap otot polos pembuluh darah dibandingkan golongan CCB lainnya yang non-selektif (mempunyai afinitas juga pada otot jantung). Clevidipine merupakan obat golongan dihydropiridine generasi 3 yang pertama tersedia dalam bentuk intravena.
Clevidipine bekerja menghambat kanal ion kalsium tipe L sehingga terjadi dilatasi arteriol perifer dan terjadi penurunan tekanan darah dan tekanan intraventrikular. Selain itu clevidipine menurunkan tekanan darah arterial dengan cara menurunkan resistensi vaskular sistemik tetapi tidak berefek pada kapasitas pembuluh darah vena.
Gambar 1. Mekanisme Kerja Clevidipine
Seperti diketahui, kalsium bekerja sebagai sinyal penghantar dan berperan dalam eksitasi dan kontraksi otot jantung dan otot polos pembuluh darah. Ion kalsium akan berdifusi secara pasif dari ekstraseluler ke intraseluler melalui kanal kalsium. Sel otot mempunyai 2 tipe kanal kalsium yaitu tipe L dan tipe T. Kanal kalsium tipe L relatif lebih banyak di otot polos pembuluh darah dibandingkan dengan otot jantung.
Intervensi yang dilakukan adalah pemberian clevidipine butyrate dengan laju infus 2 mg/jam dengan penambahan dosis 2 kali lipatnya setiap 3 menit sampai target tekanan darah sistolik tercapai. Target tekanan darah sistolik dibuat dalam kisaran 20-40 mmHg dari rata-rata batas atas dan batas bawah tekanan darah sistolik. Outcome yang dinilai adalah persentase pasien yang mencapai target tekanan darah dalam 30 menit setelah pemberian clevidipine inisial, perubahan frekuensi denyut jantung selama 30 menit pemberian clevidipine, dosis clevidipine yang dibutuhkan, proporsi pasien yang berhasil diganti menjadi terapi oral dan selang waktu (menit) mencapai target tekanan darah sistolik dalam kurun waktu 30 menit tersebut.
Hasil penelitian ini adalah 88,9% pasien mencapai target tekanan darah sistolik dengan waktu rata-rata pencapaian target adalah 10,9 menit. Penggantian terapi menjadi terapi antihipertensi oral dalam waktu maksimal 6 jam pasca penghentian terapi clevidipine tercapai pada 91,3% pasien. Efek samping pemberian clevidipine yang ditemukan adalah nyeri kepala (6,3 %), mual (4,8%), rasa tidak nyaman di dada (3,2%) dan muntah (3,2%).
Gambar 2. Clevidipine
SIMPULAN
- Hipertensi emergensi adalah kondisi terjadi peningkatan tekanan darah tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target yang progresif.
- Dalam kondisi hipertensi emergensi, tekanan darah harus diturunkan secara agresif dalam hitungan waktu menit sampai jam.
- Clevidipine merupakan obat antihipertensi intravena golongan penghambat kanal kalsium dihydropyridine (Calcium channel blocker/CCB) yang bekerja menghambat kanal kalsium tipe L yang lebih dominan di arteriol.
- Clevidipine bekerja mendilatasi arteriol perifer tanpa dilatasi vena sehingga curah jantung dapat dipertahankan,
- Clevidipine mempunyai efkasi yang baik untuk terapi hipertensi emer gensi dengan profl keamanan yang dapat ditoleransi dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar